Dalam penulisan naskah sebagai dasar adalah thinking in picture atau berfikir dalam gambar. Dalam penulisan naskah terbagi atas dua tahap yaitu tahap visualisasi (visualization) dan tahap pikturisasi (picturization)
Visualisasi adalah adalah ungkapan dari gambar demi gambar yang ada di dalam benak kita. Misalnya di benak kita tergambar seorang anak kecil jelek yang badung atau wanita cantik baik hati. Apa yang akan divisualisasikan atau diungkapkan dari kejelekan dan kebadungan atau kecantikan dan kebaikan mereka itu. Kita harus memahami bahasa universal tentang badung dan cantik itu. Kita harus tahu persis tolak ukur publik secara universal orang yang disebut jelek dan badung atau cantik dan baik hati itu. Jika kejelekan dan kecantikan cukup diukur dari m ulai rambut dan jari-jari kaki maka ungkapkanlah gambar mereka mulai dari ujung rambut sampai jari-jari kaki. Juka kejelekan dan kecantikan cukup diukur dari ujung rambut hingga dada ungkapkan pula yang demikian itu. Hal yang paling penting adalah gambaran dalam pikiran kita seorang lelaki yang jelek dan wanita yang cantik bias dikomunikasikan dan dipahami oleh public. Tak mungkin kita menggambarkan tentang kecantikan melalui gambar bahu atau tumit, apalagi hanya suara yang lembut dan serak-serak basah. Selain kita menggambarkan secara fisik kita juga dituntutuk untuk bias menggambarkan karakter orang tersebut. Misalkan pria yang jelek mempunyai sifat badung / nakal kemudian wanita yang cantik mempunyai sifat baek hati
Gambar –gambar yang divisualisasikan itu sebenarnya masih berdiri sendiri-sendiri. Kita harus merangkaikan gambar-demi gambar sehingga membentuk makna tertentu. Itu yang dinamakan pikturisasi.
Contoh picturisasi adalah sebagai berikut:gambaran tentang seorang pria jelek sudah berhasil diungkapkan atau divisualkan. Pria lelek itu duduk di bangku sedang melamun. Itu saja penonton tidak tahu apa yang sedang dilamunkan pria jelek tersebut. Disisi lain gambaran tentang wanita cantik juga sudah diungkaokan atau divisualkan. Wanita cantik itu tersenyum. Nah, apabila kedua gambar itu berdiri sendiri-sendiri maka penonton tidak bias menangkap atau memahami makan tertentu. Apa yang dilamunkan pria itu dan apa yang disentumkan wanita itu, tidak dapat dimengerti dengan baik.
Gambar-gambar yang berdiri sendiri-sendiri itu akan mengandung makna tertentu jika jika dirangkaikan menjadi satu gambar baru. Misalnya, ketika digambarkan pria itu duduk melamun, pada saat yang sama dimunculkan juga wanita yang tersenyum dalam satu freme sehingga terciptalah satu scene atau adegan. Penonton memahami scene tersebut bahwa sang pria jelek itu melamun karena sedang membayangkan wanita cantik pujaannya itu, khususnya senyuman yang mempesona itu. Inilah yang dinamakan pikturisasi selanjutnya sambung-menyambung menggambarkan shot demi shot, scene demi scene, sequence demi sequence menjadi satu paket yang bermakna sehingga bisa dinikmati oleh penonton (audience)
Untuk bisa melakukan picturisasi kita harus memahami gerakan gambar yang akan dituangkan dalam suatu naskah. Ada tiga gerakan yang harus dipahami oleh seorang penulis naskah, yaitu sebagai berikut :
1. gerakan primer. Gerakan didepan kamera oleh para pemain atau objek lain yang bergerak.
2. gerakan sekunder. Gerakan kamera ketika menggambil gambar. Didalam praktiknya gerakan ini paling banyak digunakan. Gerakan ini untuk mendapatkan komposisi yang tepat untuk mendapatkan komposisi atau untuk memberikan tekanan pada suatu objek. Gerakan sekunder meliputi gerakan sebagai berikut:
pan : gerak datar, yaitu gerakan kamera yang dilakukan secara mendatar atau horizontal, dari kiri ke kanan atau dari kanan ke kiri.
Tilt : gerak jungkat, yaitu gerakan kamera dari bawah ke atas (tilt up) atau dari atas kebawah (tilt down)
Zoom : kamera diam tapi gambar yang diambil bisa didekatkan (zoom in) atau dikecilkan atau dijauhkan (zoom out)
- gerakan tersier. Gerakan-gerakan yang menciptakan sequence dari shot demi shot yang dilakukan oleh dua kamera atau lebih.
Tahap-tahap membuat naskah
- ide
syarat menjadi seorang penulis tidaklah sulit tapi tidak cukup dengan hanya bisa menulis. Yang paling penting bisa memunjulkan ide atau gagasan kemudian baru menuliskanya. Setiap orang tentu mempunyai cara mencari ide yang berlainan.
Cara memunculkan ide
- cukup dengan berhayal
- melakukan penelitian / obsevasi
- berhayal kemudian meneliti
dari situ munjul ide dan menentukan tema cerita dan tujuan cerita
- synopsis
setelah ada tema cerita dan tujuan cerita, dibuat ringkasan cerita atau synopsis untuk memudahkan mengingat atau menjaga naskah tidak keluar dari tema dan tujuan cerita
- treatment
setelah synopsis jadi, harus ada keterangan karakter, sifat-sifat dan cirri, juga keterangan identitas lokasi dan property yang digunakan
- naskah / script
Tidak ada komentar:
Posting Komentar